"Pelanggaran HAM dengan memberikan izin penggunaan senjata organik dan peluru milik Polri kepada pelaku pembunuhan yang adalah masyarakat sipil tanpa melalui proses yang benar. Syarat penggunaan senjata organik milik Polri seharusnya sudah jelas tapi kepentingan pribadi Kabid Propam akhirnya korban meninggal dunia." demikian narasi video viral.
"Kalau saya dituduh sebagai otak pembunuhan, maka itu tuduhan yang keji dan tidak benar" ungkap Kabid Propam Polda NTT Kombes Pol Dominicus Yampormase, saat dikonfirmasi detikBali melalui pesan WhatsApp, Sabtu malam (17/12/2022).
Selain itu, Yampormase mengira kasus ini sudah dilaporkan oleh keluarga korban ke Mabes Polri dan Kapolda NTT. Yampormase bahkan mengaku tidak berkeberatan untuk dibuka kalau ada bukti terbaru.
"Saya kira mereka itu sudah lapor ke Mabes Polri dan Kapolda NTT biar itu diproses. Saya sayang sama masyarakat yang saya layani, saya pun tidak keberatan untuk kemudian dibuka kalau ada bukti baru. Tidak ada sedikitpun niat untuk menutup kasus yang pernah terjadi karena masing-masing kasus memiliki karakteristik sendiri," ujarnya.
Terkait tuduhan memberikan izin penggunaan senjata organik dan peluru, Yampormase membantah semua tuduhan tersebut itu tidak benar. Ia mempertanyakan informasi tersebut diperoleh dari siapa dan harus dibuktikan.
"Itu tidak benar, musti tanya kepada yang menuduh, dia peroleh informasi dari siapa, itu sangat menyedihkan dan harus bisa dibuktikan kebenarannya," tegasnya.
Untuk diketahui, Elkana Konis diduga ditembak saat berburu di hutan Sabaat, Desa Oelpuah, Kecamatan Kupang Tengah, wilayah Kabupaten Kupang ini sudah 9 tahun berlalu. Senjata api yang digunakan terduga pelaku (YL) diduga berasal dari gudang Polres Kupang.
Berdasarkan hasil gelar perkara, ada senjata api laras panjang milik Polres Kupang yang keluar bagian logistik pada tahun 2013. Namun, berdasarkan gelar perkara, tidak hanya senjata api Polres Kupang, ada sekitar tiga atau empat senjata ilegal yang digunakan masyarakat untuk berburu. *** detik.com
0 Comments